19 Agustus 2011

Ilmu, Penerang Bagi Keluarga


Katakanlah (hai Muhammad), ”Apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang yang tidak berpengetahuan?” Sesungguhnya yang mampu mengambil pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.
(Az-Zumar [39]: 9)
Di dalam al-Qur`an pesan dari ayat di atas juga banyak terdapat pada ayat-ayat lain. Kesemuanya memberi sentakan kesadaran kepada kita agar menjadi keluarga pembelajar, yaitu keluarga yang haus ilmu. Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) berfirman:
Katakanlah (Hai Muhammad), ”Samakah orang yang buta dengan orang yang melihat? Atau samakah kegelapan itu dengan cahaya?…” (Ar-Ra’d [13]: 16)
Dalam ayat lain kita juga bisa mendapati:
Apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapat petunjuk atau orang yang berjalan dengan berdiri lurus di atas jalan yang lurus? (Al-Mulk [67]: 22)
Juga ayat berikut:
Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Tidak (pula) sama antara gelap gulita dengan cahaya. Tidak sama yang teduh dengan yang panas. Serta tidak sama orang yang hidup dengan orang yang mati. (Fatir [35]: 19–22)
Bodoh = Mati
Mengapa Islam begitu mementingkan ilmu dan memuliakan orang-orang yang belajar? Sebab, kebodohan dalam Islam adalah kematian spiritual yang lebih merugikan dibanding makanan rusak yang tak hanya tidak enak dimakan, tapi bisa mendatangkan kuman dan penyakit, serta membawa penderitaan dan kemalangan abadi.
Kebodohan merupakan keburukan terbesar dan musuh yang paling berbahaya. Sebab, kebodohan dapat meruntuhkan bangunan masa depan. Kebodohan adalah kehancuran. Kebodohan adalah kematian. Kebodohan merupakan sebab utama tergelincirnya manusia dari jalan yang benar. Kebodohan merupakan sumber dan penyebab utama kejahatan.
Suatu hari Nabi SAW ditanya tentang orang yang bodoh. Beliau menjawab: (1) orang yang bodoh dapat menyusahkanmu jika engkau bergaul dengannya, (2) ia bisa menyalahkanmu ketika engkau tidak membantunya, (3) ia juga dapat mengungkit-ungkit sesuatu yang dia berikan kepadamu, (4) ia tidak berterimakasih jika engkau memberinya, (5) jika engkau mempercayakan rahasia-rahasiamu kepadanya, ia akan menyalahgunakan kepercayaanmu.
Dari jawaban Nabi SAW di atas terlihat bahwa orang yang bodoh tidak mempunyai nilai positif sama sekali. Bayangkan jika kebodohan itu terjadi dan menimpa kepala keluarga kita! Ia menganggap masalah agama tidak prinsip. Tak ada rencana dunia dalam pikirannya.
Apalah artinya harta benda yang banyak atau rumah yang mewah jika kita dipimpin oleh orang bodoh dan tak berpengetahuan. Pemimpin rumah tangga yang bodoh akan menjadi sumber utama kegelisahan, ketidaknyamanan, kesulitan, penderitaan, dan siksaan dalam rumah tangga. Rasanya, tak akan ada lagi harapan dan masa depan buat keluarga tersebut.
Itulah sebabnya kita harus lari dan menghindar jauh dari kebodohan dan orang-orang yang bodoh. Lari dari kebodohan berarti kita harus menjadi manusia pembelajar, orang yang haus ilmu, dan terus belajar dan belajar. Adapun lari dari orang bodoh berarti kita menghindari bergaul dengan orang-orang yang bodoh, yaitu orang-orang yang puas dengan ilmunya yang serba sedikit, atau orang yang enggan dan malas belajar.
Kita menghindari pergaulan dan pertemanan dengan mereka sebab kebodohannya bisa menular kepada kita. Kita bisa ikut-ikutan menjadi malas belajar dan berhenti mencari ilmu.
Keluarga Pembelajar
Setiap Muslim harus menghadirkan majelis ilmu dalam keluarganya. Rumah seorang Muslim adalah madrasah yang pertama dan paling utama. Di sini orangtua dan anak bergantian menjadi guru dan murid.
Di rumah harus ada dialog, diskusi, dan taushiah ilmiah. Orangtua hendaknya bisa menjadi tempat bertanya bagi anak-anaknya. Orangtua harus bisa menjadi teman belajar.
Dan, yang lebih penting lagi, orangtua harus menjadi teladan dalam hal belajar. Di mata anak-anaknya, orangtua harus terlihat paling antusias belajar, menekuni ilmu, dan haus akan pengetahuan. Mereka harus melihat setiap hari orangtuanya tak pernah lupa membaca al-Qur`an dan rajin membaca buku-buku pengetahuan.
Hadirkan buku-buku dan literatur di rumah kita. Begitu juga orang-orang yang datang untuk bertanya atau berdiskusi di rumah kita. Majelis taklim harus kerap digelar. Semua anggota keluarga harus sibuk menuntut ilmu.
Ilmu akan terus berkembang. Hasil survei dan penelitian ilmiah akan terus berdatangan. Temuan-temuan baru akan selalu mengubah teori dan paradigma yang ada sebelumnya.
Itulah makanya investasi ilmu tidak cukup hanya sekali. Kita tak boleh puas hanya dengan memproleh gelar S1, S2, atau S3. Ilmu dan kemampuan kita harus selalu diperbarui (update) dan ditingkatkan (up grade). Ilmu lama terus diasah, sedang ilmu baru harus terus menerus ditambah.
Kita dan keluarga harus menjadi manusia pembelajar yang tidak pernah puas dengan ilmu yang didapat. Tak pernah berhenti belajar. Carilah ilmu sejak dari buaian kasih bunda hingga kita sendiri dikuburkan (uth-lubul ilma minal mahdi ilal lahdi)
Nabi Ibrahim Alaihissalam (AS) adalah teladan yang memahi pentingnya ilmu bagi keluarga. Tatkala Allah SWT memerintahkan beliau untuk menyembelih anaknya, maka Nabi Ibrahim AS terlebih dahulu memanggil sang anak untuk berdialog. Hal ini diceritakan oleh al-Qur`an:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-samanya, (Ibrahim) berkata, ”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia (Ismail) menjawab, ”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (As-Saffat [37]: 102)
Ungkapan Nabi Ibrahim AS, ” …fikirkanlah apa pendapatmu,” menurut tafsir Ibnu Katsir, menunjukkan kebijaksanaan sang ayah dalam menguji anaknya. Kita tahu, ujian selalu melalui tahap pembelajaran, tidak serta merta diberikan. Itu berarti, Nabi Ibrahim AS sebelumnya telah menanamkan pentingnya ilmu kepada keluarganya agar bisa menelaah maksud dari sebuah perintah. Dengan kata lain, ayat tersebut menggambarkan teladan sebuah keluarga yang haus ilmu.
Rasulullah SAW bersabda: Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla. Sedang mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan pemiliknya dalam kedudukan yang terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat. (Riwayat Ar-Rabii’)
Ilmu pengetahuan merupakan cahaya intlektual, hujjah yang paripurna, petunjuk yang baik, kecantikan yang jelas, langkah yang paling strategis, harta yang paling berharga, dan investasi yang tidak sedikit.
Rasulullah SAW memberi motivasi kepada kita: Barangsiapa menempuh suatu jalan di mana ia menuntut ilmu di dalamnya, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Tidak akan berkumpul suatu kaum dalam rumah dari beberapa rumah Allah, di mana mereka membaca kitab dan mempelajari di antara mereka, melainkan para malaikat akan menaungi mereka dan turunlah kepada mereka ketentraman, dan rahmat meliputi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka sebagai orang yang berada di sisi-Nya. Dan barangsiapa yang lambat amalnya, maka tidak akan cepat mendapatkan keturunannya. (Riwayat Muslim)
Wallahu a’lam bish shawab.***
SUARA HIDAYATULLAH MEI 2008

Tidak ada komentar: