19 Juni 2010

PERANAN PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA TERHADAP PENINGKATAN KEAKURATAN DATA BMN PADA KANWIL XV DJKN MAKASSAR

A.Latar Belakang Penulisan
Pengelolaan dan pertanggungjawaban atas barang milik negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Negara. Undang-Undang (UU) No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Di dalam UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan bahwa perbendaharaan adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan di dalam APBN dan APBD.
Dalam UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dijelaskan bahwa yang dimaksud barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dan perolehan lainnya yang sah. Termasuk dalam pengertian perolehan lainnya yang sah, di dalam PP 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D disebutkan antara lain sumbangan/hibah, pelaksanaan perjanjian/kontrak, ketentuan undang-undang, dan putusan pengadilan.
Pemerintah wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dalam bentuk laporan keuangan yang disusun melalui suatu proses akuntansi atas transaksi keuangan, aset, hutang, ekuitas dana, pendapatan dan belanja, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungan. Informasi BMN memberikan sumbangan yang signifikan di dalam laporan keuangan (neraca) yaitu berkaitan dengan pos-pos persedian, aset tetap, maupun aset lainnya. Hal ini menjadikan pertanggungjawaban atas BMN menjadi sangat penting.
Keakuratan data BMN tentunya sangat dibutuhkan dalam mendukung laporan keuangan agar dapat tersaji secara wajar, apalagi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan masih memberikan opini disclaimer terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) hingga tahun anggaran 2008.
Kantor wilayah XV Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (Kanwil XV DJKN) Makassar sebagai kuasa pengguna barang tentunya harus melaksanakan kegiatan penatausahaan BMN, meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN. Termasuk didalamnya melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi BMN. Penatausahaan BMN ini dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tertib administrasi termasuk dalam menyusun Laporan BMN yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah pusat.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah Kanwil XV DJKN Makassar telah melaksanakan seluruh kegiatan dalam penatausahaan BMN?
2. Apakah pelaksanaan penatausahaan BMN telah berpengaruh terhadap keakuratan data BMN sebagai bagian dari laporan keuangan pada Kanwil XV DJKN Makassar?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah :
1. Mengetahui apakah sistem penatausahaan BMN telah di terapkan secara keseluruhan pada penatausahaan BMN di Kanwil XV DJKN Makassar atau belum dilaksanakan secara sistematis
2. Menganalisis pengaruh pelaksanaan penatausahaan BMN terhadap keakuratan data laporan BMN dalam tiga tahun terakhir.
3. Memberikan masukan pada Kanwil XV DJKN Makassar untuk pelaksaan sistem penatausahaan BMN agar dapat berjalan secara lebih efektif.

D. Metodologi
Metode penilaian yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini melalui:
1.Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan :
a. Studi Lapangan (Field Research) yaitu melakukan pengambilan data melalui kuesioner, serta mewawancara terbuka dengan staf, atasan langsung, petugas SAI dan dan pengalaman kerja penulis. Data yang diperoleh disebut data primer
b. Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian literatur melalui texbook, internet, dokumen/laporan peraturan perundangan, peraturan terkait, buku kepustakaan, artikel dan literatur lain yang terkait.
2. Alat Analisis
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab beserta akar penyebab masalah dari masing-masing faktor penyebab tersebut penulis mempergunakan alat analisis utama, yaitu “Fish Bone Analysis Method”, yaitu alat analisis yang menggunakan diagram tulang ikan, dimana pada bagian kepala menggambarkan masalah yang ingin diselesaikan, bagian sirip merupakan penyebab masalah dari faktor internal, tulangnya merupakan akar penyebab masalah, sedangkan bagian ekor merupakan penyebab masalah dari faktor eksternal.

E. Ruang Lingkup Pembahasan
Penatausahaan BMN dilaksanakan di setiap Instansi Pemerintah Kementerian/Lembaga. Penulis membatasi ruang lingkup penulisan pada Penatausahaan BMN, data Laporan Keuangan dan laporan BMN pada Kanwil XV DJKN Makassar periode tahun anggaran (T.A)2007 sampai dengan T.A. 2009, dan dengan mengambil informasi dari pegawai di sub bagian keuangan dan sub bagian tata usaha dengan jumlah responden adalah sebagai berikut :
­ pelaksana : 4 responden
­ Atasan Langsung (eselon IV) : 2 orang
­ Atasan – atasan langsung (eselon III) : 1 orang.

F. Sistematika Penulisan
Penulisan karya tulis ini menggunakan sistematika penyajian sebagai berikut :
Bab I :PENDAHULUAN
Memuat tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan penulisan, metodologi, lingkup bahasan serta sistematika penyajian.
Bab II :LANDASAN TEORI
Memuat tentang teori-teori atau konsep yang berkaitan dengan masalah dan solusi yang dikemukakan dalam karya tulis ini.
Bab III:ANALISIS
Memuat tentang hasil temuan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengumpulan data dilapangan serta menguraikan sebab permasalahan dengan menggunakan metode alat analisis dan mencari alternatif pemecahan masalah.
Bab IV :PENUTUP
A. Kesimpulan
Memuat tentang kesimpulan, yaitu uraian singkat tentang masalah cara mengatasi sampai dengan pilihan pemecahan terbaik.
B.Saran
Saran-saran yang diberikan dari hasil analisis dan pembahasan, yang dapat menunjang pencapaian tujuan atau harapan-harapan.

A. Penatausahaan BMN

Dalam Kamus Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah Tata Usaha ialah penyelenggaraan tulis menulis(keuangan dan sebagainya) di perusahaan, negara dan sebagainya, sedangkan penata usaha ialah orang-orang yang menyelenggarakan taha usaha (hartanto, 1998:140)
The Liang Gie dalam bukunya Administrasi Perkantoran Modern memberikan pengertian bahwa tata usaha ialah segenap rangkaian aktivitas menghimpun, mencatat, mengelola, mengadakan, mengirim dan menyimpan keterangan-keteranagn yang diperlukan dalam setiap usaha kerja(soebroto, 1988:2)
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari manfaat ekonomi dan atau social di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk menyediakan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya (Halim, 2007:111)
Barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan perolehan lainnya yang sah. (UU.No.1,2004:Psl.1)
Menurut PP.6 (2006:Psl.2) Termasuk dalam pengertian barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah antara lain :
- barang yang diperoleh dari sumbangan/hibah atau yang sejenis,
- barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak,
- barang yang diperoleh dari ketentuan undang-undang, dan
- barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut Per.Menkeu.No.120 (2007:Psl.1), Penatausahaan BMN adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN sesuai ketentuan yang berlaku.

B. Lingkup Penatausahaan BMN
Seluruh BMN merupakan objek penatausahaan, yakni semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yang berada dalam penguasaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dan berada dalam pengelolaan Pengelola Barang.
Penatausahaan BMN meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN. Dalam penatausahaan BMN ini termasuk didalamnya melaksanakan tugas dan fungsi akuntansi BMN. Penatausahaan BMN dalam rangka mewujudkan tertib administrasi termasuk menyusun Laporan BMN yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca pemerintah pusat. Sedangkan penatausahaan BMN dalam rangka mendukung terwujudnya tertib pengelolaan BMN adalah menyediakan data agar pelaksanaan pengelolaan BMN dapat dilaksanakan sesuai dengan azas fungsional, kapastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.
Hasil penatausahaan BMN ini nantinya dapat digunakan dalam rangka (a) penyusunan negara pemerintah pusat setiap tahun, (b) perencanaan kebutuhan pengadaan dan pemeliharaan BMN setiap tahun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan rencana anggaran, dan (c) pengamanan administrasi BMN.

C. Pengorganisasian BMN
Sebagaimana diketahui BMN tersebar pada 78 kementerian negara/lembaga yang terbagi lagi pada lebih kurang 20.000 satuan kerja yang lokasinya tersebar diseluruh Indonesia tentunya membutuhkan koordinasi yang baik agar tujuan penatausahaan dapat tercapai. Untuk itu, diperlukan pengorganisasian yang nantinya digunakan dalam alur bisnis proses penatausahaan BMN.
Penatausahaan BMN meliputi penatausahaan pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dan Pengelola Barang. Pelaksana penataausahaan BMN pada Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang dilakukan oleh unit penatausahaan Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang; dan pada Pengelola Barang dilakukan oleh unit penatausahaan Pengelola Barang. Selanjutnya dalam pelaksanaan penatausahaan BMN di Kantor Wilayah dan/atau Unit Eselon I, Pengguna Barang dibantu oleh unit penatausahaan wilayah dan/atau unit penatausahaan eselonI. Sedangkan Pengelola Barang dibantu oleh Kantor Vertikal DJKN di daerah yaitu Kanwil DJKN dan KPKNL.
Adapun organisasi penatausahaan BMN pada Pengguna Barang adalah sebagai berikut:
1. Unit Penatausahaan Pengguna Barang (UPPB);
UPPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (pengguna barang), yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon I yang membidangi kesekretariatan, unit eselon II, unit eselon III dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB adalah Menteri/Pimpinan Lembaga. UPPB ini membawahi UPPB-E1, UPPB-W dan/atau UPKPB.
2. Unit Penatausahaan Pengguna Barang – Eselon I (UPPB-E1);
UPPB-E1 adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat eselon I, yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon II yang membidangi kesekretariatan, unit eselon III dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-E1 adalah pejabat eselon I. UPPB-E1 ini membawahi UPPB-W dan/atau UPKPB.
3. Unit Penatausahaan Pengguna Barang – Wilayah (UPPB-W);
a. UPPB-W adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat kantor wilayah atau unit kerja lain di wilayah yang ditetapkan sebagai UPPB-W, yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III yang membidangi kesekretariatan dan unit eselon IV yang membidangi BMN. Penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala Kantor Wilayah atau Kepala unit kerja yang ditetapkan sebagai UPPB-W. UPPB-W ini membawahi UPKPB.
b. Untuk unit penatausahaan BMN Dana Dekonsentrasi, penanggung jawab UPPB-W adalah Gubernur, sedangkan untuk penatausahaan BMN Dana Tugas Pembantuan, penanggung jawab UPPB-W adalah Kepala Daerah sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Negara/Lembaga.
4. Unit Penatausahaan Kuasa Pengguna Barang (UPKPB).
a. UPKPB adalah unit penatausahaan BMN pada tingkat satuan kerja (Kuasa Pengguna Barang), yang secara fungsional dilakukan oleh unit eselon III, eselon IV dan/atau eselon V yang membidangi kesekretariatan dan/atau BMN. Penanggung jawab UPKPB adalah Kepala Kantor/Kepala Satuan Kerja.
b. Untuk unit penatausahaan BMN dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, penanggung jawab UPKPB adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
c. Untuk unit penatausahaan BMN pada BLU, penanggung jawab UPKPB adalah Pimpinan BLU atau Pimpinan Satuan Kerja pada BLU.

D. Tugas Pelaksana Penatausahaan
Tugas Pelaksana Penatausahaan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 adalah meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Selain itu juga termasuk tugas dari pelaksana penatausahaan adalah pengamanan dokumen. Adapun tugas dari pelaksana penatausahaan adalah sebagai berikut :
1) Membuatdaftar BMN
2) Melakukan pembukuan
- Satuan Kerja (PKPB) membukukan semua BMN kecuali tanah dan/atau bangunan yang idle
- KPKNL membukukan BMN berupa tanah dan/atau bangunan idle
3) Melakukan inventarisasi BMN
4) Melakukan pelaporan BMN
5) Melakukan pengamanan dokumen
6) Melakukan rekonsiliasi data dan/atau pemutakhiran data
7) Melakukan pembinaan
1. Pembukuan
Pembukuan adalah merupakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan BMN ke dalam Daftar Barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang meliputi :
1) Pengguna Barang  Daftar Barang Pengguna (DBP)
2) Kuasa Pengguna Barang Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)
3) Pengelola Barang  Daftar BMN (tanah dan/atau bangunan)
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus menyimpan dokumen kepemilikan selain tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya. Sedangkan Pengelola Barang harus meyimpan dokumen kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang berada dalam pengelolaannya.
a. Kegiatan Pembukuan pada UPKPB (Satker)
1) Membukukan dan mencatat semua BMN yang telah ada ke dalam Buku Barang dan/atau Kartu Indentitas Barang (KIB)
2) Membukukan dan mencatat setiap mutasi BMN ke dalam Buku Barang dan/atau KIB
3) Membukukan dan mencatat hasil inventarisasi ke dalam Buku Barang dan/atau KIB
4) Menyusun Daftar Barang tersebut yang datanya berasal dari Buku Barang dan Kartu Indentitas Barang
5) Mencatat semua barang dan perubahannya atas perpindahan barang antar lokasi/ruangan ke dalam Daftar Barang Ruangan dan/atau Daftar Barang Lainnya.
6) Mencatat perubahan kondisi barang ke dalam Buku Barang
7) Mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya.
8) Dalam membukukan dan mencatat BMN ke dalam Buku Barang, Kartu Identitas Barang, Daftar Barang Ruangan dan Daftar Barang Lainnya dapat menggunakan Sistem Aplikasi yang sudah ada (SIMAK-BMN)
9) Jenis Buku/Kartu Identitas/Daftar:
i. Buku Barang Intrakomptabel
ii. Buku Barang Ekstrakomptabel
iii. Buku Barang Bersejarah
iv. Buku Barang Persediaan
v. Buku Barang Konstruksi Dalam Pengerjaan
vi. Kartu Identitas Barang (KIB):
 KIB Tanah
 KIB Bangunan Gedung
 KIB Bangunan Air
 KIB Alat Angkutan Bermotor
 KIB Alat Besar Darat
 KIB Alat Persenjataan
vii. Daftar Barang Ruangan
viii. Daftar Barang lainnya
ix. Buku Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
10) Jenis Daftar Barang Kuasa Pengguna(DBKP), meliputi :
i. DBKP Persediaan
ii. DBKP Tanah
iii. DBKP Gedung dan Bangunan
iv. DBKP Peralatan dan Mesin
- DBKP Alat Angkutan Bermotor
- DBKP Alat Besar
- DBKP Alat Persenjataan
- DBKP Peralatan lainnya
v. DBKP Jalan, Irigasi, dan Jaringan
vi. DBKP Aset Tetap lainnya
vii. DBKP Konstruksi Dalam Pengerjaan
viii. DBKP Barang Bersejarah
ix. DBKP Aset Lainnya.
b. Kegiatan pembukuan pada UPPB-W/UPPB-E1/UPPB
1) Melakukan pembukuan :
- Mendaftarkan dan memcatat setiap mutasi BMN dan hasil inventarisasi ke dalam Daftar Barang.
- Menghimpun PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN yang berada dalam pengusaannya
2) Jika diperlukan UPPB-W dapat melakaukan pemutakhiran data dalam rangka penyusunan Laporan Semesteran dan tahunan dengan unit penatausahaan di wilayah kerjanya.
3) Dapat melakukan pembinaan penatusahaan BMN kepada unit penatusahaan di wilayah kerjanya
4) Melakukan pengamanan dokumen
2. Inventarisasi
Inventarisasi adalah merupakan kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil inventariasi BMN yang meliputi :
a. Pengguna barang, melakukan inventarisasi sekurang-kurangnya dalam 5 tahun (kecuali berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, dilakukan setiap tahun). Atas pelaksanaan inventarisasi dimaksud pengguna barang menyampaikan laporan kepada pengelola barang selambat-lambatnya 3 bulan setelah selesainya inventarisasi.
b. Pengelola Barang, melakukan inventarisasi berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaanya sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun.
3. Pelaporan
a. Kuasa Pengguna Barang menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) semesteran dan tahunan untuk disampaikan kepada Pengguna Barang.
b. Pengguna Barang menyusun Laporan Barang Pengguna (LBP) semesteran dan tahunan untuk disampaikan kepada Pengelola Barang.
c. Pengelola Barang menyusun Laporan Barang Milik Negara (LBMN) berupa tanah dan/atau bangunan idle, menghimpun LBP semesteran dan tahunan, dan menyusun LBMN sebagai bahan untuk menyusun neraca pemerintah pusat.

E. BMN dalam Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat. SAPP memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SA-BUN dilaksanakan oleh Departemen Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. (PPAKP,2008:6)
Skema 1
KERANGKA UMUM SAPP
SAI memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN). SAI dilaksanakan oleh Menteri/Ketua Lembaga Teknis selaku Chief Operational Officer (COO).
SAK digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran. SIMAK-BMN memproses transaksi perolehan, perubahan dan penghapusan BMN untuk mendukung SAK dalam rangka menghasilkan Laporan Neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN menghasilkan berbagai laporan, buku-buku, serta kartu-kartu yang memberikan informasi manajerial dalam pengelolaan BMN.
Sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi barang dilaksanakan secara simultan dalam rangka menyusun laporan pertanggungjawaban Kementerian Negara/Lembaga. SIMAK-BMN selain mendukung pelaksanaan pertanggungjawaban, juga memberikan berbagai informasi dalam rangka pengelolaan barang. Oleh karena itu, keluaran SIMAK-BMN juga memberikan manfaat kepada Penguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dalam tugas-tugas manajerialnya.

F.Gambaran Umum Kanwil DJKN
Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, bimbingan teknis, pengendalian, evaluasi dan pelaksanaan tugas di bidang kekayaan negara, piutang Negara dan lelang(Permenkeu No.102,2008:Psl.1,2).
Menurut Permenkeu No.102,(2008:Psl.5), Bagian Umum Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan fungsi:
1. pelaksanaan penyusunan rencana strategik dan laporan akuntabilitas;
2. pelaksanaan urusan kepegawaian;
3. pelaksanaan urusan keuangan;
4. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga,serta penatausahaan, pengamanan, pengawasan barang milik negara di lingkungan kantor wilayah.

Kanwil XV DJKN Makassar merupakan perpanjangan tangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di daerah. Lingkup wilayah dari Kanwil XV meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara. Sebagai satker pada kementerian/lembaga, Kanwil XV DJKN Makassar juga melaksanakan SAI sebagai wadah pelaporan keuangan tingkat Satker dan tingkat wilayah. Pada Kanwil XV DJKN Makassar, tugas ini dilaksanakan di Bagian Umum. Untuk SAK dlaksanakan di sub bagian keuangan, sedangkan untuk SIMAK-BMN, penatausahaan, pengamanan,pengawasan barang milik negara di lingkungan kantor wilayah di laksanakan oleh sub bagian Tata Usaha.
Informasi BMN memberikan sumbangan yang signifikan di dalam laporan keuangan (neraca) yaitu berkaitan dengan pos-pos persedian, aset tetap, maupun aset lainnya. Hal ini menjadikan pertanggungjawaban atas BMN menjadi sangat penting. Masalahnya apakah penatausahaan BMN yang dilakukan sudah efektif dan telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keakuratan data BMN pada Kanwil XV DJKN Makassar?

A. Analisis Masalah
Untuk menjawab permasalahan di atas, penulis menggunakan analisis sebagai berikut :
1. Analisis Pelaksanaan Penatausahaan BMN
Pelaksanaan penatausahaan BMN pada Kanwil XV DJKN laksanakan oleh subag Tata Usaha (eselon IV) serta di bantu oleh empat pelaksana. Untuk analisis ini, penulis melihat langsung data hasil pembukuan penatausahaan yang dilakukan oleh sub bagian TU di lapangan. Dari data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
Tabel 1
Kegiatan Pembukuan BMN tahun 2007 - 2009
No Kegiatan pembukuan Tahun anggaran
2007 2008 2009
1 - Buku Barang Intrakomptabel
- BukuBarang Ekstrakomptabel
- Buku Barang Persediaan
- Buku Barang Konstruksi Dalam Pengerjaan V
V
X
X V
V
X
X V
V
X
V
2 - KIB Tanah
- KIB Bangunan
- KIB Alat Angkutan V
V
V V
V
V V
V
V
3 - Daftar Barang Ruangan
- Daftar Barang Lainnya V
X V
X V
V
4 Mencatat perubahan kondisi barang ke dalam Buku Barang X X V
5 Mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan BMN V V V
6. menggunakan Sistem Aplikasi yang sudah ada (SIMAK-BMN) V V V
7 Membuat Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) V V V
8. Menggunakan aplikasi persediaan X V V
Sumber : data dan keterangan responden
Keterangan : V = ya,telah dilaksanakan, dan X = tidak, belum dilaksanakan




Tabel 2
Kegiatan Inventarisasi BMN tahun 2007 - 2009
No Kegiatan inventarisasi 2007 2008 2009
1 melakukan inventarisasi BMN sekurang-kurangnya dalam 5 tahun V X X
2 melakukan inventarisasi Persediaan setiap tahun X X X
3 melakukan inventarisasi Konstruksi Dalam Pekerjaan (KDP) setiap tahun X X X
Sumber : data dan keterangan responden
Tabel 3
Kegiatan Pelaporan BMN tahun 2007 - 2009
No Kegiatan pelaporan 2007 2008 2009
1 menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) semesteran V V V
2 menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) tahunan V V V
3 Menyusun laporan BMN di Neraca per semester / tahunan V V V
4 Membuat laporan kondisi barang V V V
5. Membuat laporan persediaan semesteran / tahunan X V V
6. Membuat laporan konstruksi dalam pekerjaan semesteran / tahunan X X X
Sumber : data dan keterangan responden
dari table kegiatan diatas terlihat bahwa kegiatan pembukuan barang intrakomptabel dan ekstrakomptabel telah dilaksanakan tetapi pada laporan persediaan baru dilaksanakan pada tahun 2009, sedangkan untuk buku barang konstruksi dalam pekerjaan (KDP) belum pernah dilaksanakan hingga tahun 2009. Kartu Inventaris Barang (KIB), Daftar Barang Ruangan (DBR), laporan PNBP telah dibuat hingga tahun 2009, begitupun pemakaian aplikasi penatausahaan BMN telah menggunakan SABMN tahun 2007 dan SIMAK BMN ditahun 2008 hingga tahun 2009. Aplikasi persediaan untuk tahun 2007 belum dilaksanakan karena pada saat itu aplikasi yang digunakan masih aplikasi SABMN, dimana aplikasi ini belum menampung pelaporan persediaan. Petugas penatausahaan telah membuat pelaporan persediaan secara manual atau non SABMN, hanya saja perhitungan nilai persediaan di akhir periode pelaporan belum menggunakan formula yang telah diatur.
Untuk kegiatan inventarisasi BMN telah di laksanakan ditahun 2007 oleh tim Kanwil XV di bantu Tim penertiban BMN. Pada kegiatan ini dilaksanakan juga penilaian BMN untuk BMN yang tergolong intrakomptabel dan diperoleh tahun 2004 kebawah. Untuk persediaan dan KDP belum pernah dilakukan inventarisasi oleh petugas penatausahaan BMN Kanwil, padahal di peraturan penatausahaan BMN di atur agar satker melaksanakan invetarisasi melalui opname fisik setiap tahunnya. pelaporan BMN telah dilaksanakan sesuai aturan baik per semesteran maupun tahunan.
Dari kegiatan pembukuan dapat di simpulkan kanwil XV DJKN telah melaksanakan pembukuan BMN sesuai penatausahaan BMN secara umum dengan baik, hanya saja pelaksanaan penatausahaan persediaan dan KDP yang belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari kegiatan pembukuan, inventarisasi dan laporan KDP yang belum pernah dilaksanakan hingga tahun 2009. Dengan tidak dilaksanakannya opname fisik, tentunya akan memberikan pengaruh terhadap nilai yang dilaporan pada data BMN, sehingga data BMN tidak mencerminkan nilai barang persediaan yang sesungguhnya. Hal ini akan menyebabkan tidak akuratnya data persediaan dan data KDP yang disajikan.


2. Analisis Data Laporan BMN
Table 4
Laporan Posisi BMN di neraca SAKPA dan SIMAK
tahun 2007 – 2009
No AKUN NERACA SIMAK-BMN SAKPA Selisih
1 Semester II Tahun 2007
Persediaan
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Aset Tetap Lainnya
Aset tak berwujud lainnya
Jumlah
-
10.700.013
1.159.105336
22.040.980
-
-
1.191.846.329
17.275.730
10.700.013
1.159.105.336
22.040.980
-
-
1.209.122.059
-17.275.730
-
-
-
-
-
-17.275.730
2 Semester I Tahun 2008
Persediaan
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Aset Tetap Lainnya
Aset tak berwujud lainnya
Jumlah
47.281.085
10.700.013
1.451.065.342
22.040.980
1.897.000
-
1.532.984.420
47.281.085
10.700.013
1.451.065.342
22.040.980
1.897.000
-
1.532.984.420
-
-
-
-
-
-
-
3 Semester II Tahun 2008
Persediaan
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Aset Tetap Lainnya
Aset tak berwujud lainnya
Aset tetap yg tdk di-gunakan dlm opers pemrnth
Jumlah







38.221.850
328.560.000
1.296.246.606
208.800.000
3.629.000
17.296.400
5.360.000

1.898.113.856
38.221.850
328.560.000
1.296.246.606
208.800.000
3.629.000
17.296.400
5.360.000

1.898.113.856
-
-
-
-
-
-
-

-
4 Semester I Tahun 2009
Persediaan
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Aset Tetap Lainnya
Aset tak berwujud lainnya
Aset tetap yg tdk di-gunakan dlm opers pemrnth
Jumlah
58.385.200
328.560.000
1.630.089.106
208.800.000
3.629.000
17.296.400
5.360.000

2.252.119.706
58.385.200
328.560.000
1.630.089.106
208.800.000
3.629.000
17.296.400
5.360.000

2.252.119.706
-
-
-
-
-
-
-

-
5 Semester II Tahun 2009
Persediaan
Tanah
Peralatan dan Mesin
Gedung dan Bangunan
Aset Tetap Lainnya
Aset tak berwujud lainnya
Aset tetap yg tdk di-gunakan dlm opers pemrnth
Jumlah
80.441.000
328.560.000
1.898.247.680
208.800.000
16.595.360
17.296.400
5.360.000

2.555.300.440
80.441.000
328.560.000
1.794.037.106
208.800.000
7.622.000
17.296.400
5.360.000

2.442.116.506
-
-
104.210.574
-
8.973.360
-
-

113.183.934
Sumber : diolah oleh penulis dari laporan neraca SIMAK-BMN dan SAKPA
Dari table IV di atas terlihat bahwa neraca SIMAK-BMN dan SAKPA di tahun 2007 pada akun neraca persediaan terdapat selisih Rp 17.275.730,- . Hal ini di sebabkan karena di tahun 2007, Kanwil XV DJKN Makassar masih menggunakan aplikasi SABMN untuk menatausahakan BMN. Aplikasi ini belum menampung transaksi persediaan sehingga di masukkan ke SAKPA secara manual dengan menggunakan pembukuan manual yang ada. Nilai persediaannya pun didapatkan tanpa melaksanakan cek fisik persediaan pada akhir tahun sehingga nilai yang di hasilkan tidak mencerminkan nilai persediaan riil yang ada.
Pada tahun 2008 semester I dan semester II terlihat bahwa jumlah neraca pada SIMAK-BMN dan SAKPA telah menghasilkan nilai yang sama. Terlihat pula telah terjadi kenaikan nilai yang cukup signifikan pada akun tanah, gedung dan bangunan, hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian dari nilai perolehan ke nilai wajar oleh Tim Penertiban BMN terhadap BMN sehingga menambah nilai tanah serta gedung dan bangunan yang dimiliki oleh Kanwil XV DJKN Makassar pada laporan keuangan. Hanya saja perubahan ini baru nampak di neraca semester II, padahal penilaian BMN dilakukan oleh Tim Penertiban BMN diakhir tahun 2007, semestinya nilai tersebut sudah harus tersaji sejak pelaporan Keuangan dan neraca satker di semester I tahun 2008.Dari data neraca tahun 2008 dapat disimpulkan bahwa petugas SIMAK-BMN telah melaksanakan pencocokan data dengan petugas SAKPA, sehingga didapatkan nilai yang sesuai pada periode pelaporan. Hal ini menandakan bahwa petugas SIMAK-BMN dan SAKPA telah menjalankan salah satu dari kegiatan penatausahaan BMN yakni petugas SIMAK-BMN telah menyampaikan laporan maupun ADK data BMN untuk dikirimkan ke SAKPA yang akan mempengaruhi nilai akun BMN di Neraca SAKPA. Hanya saja belum dilaksanakan verifikasi secara detail dari transaksi-transaksi yang ada, kegiatan ini untuk mengetahui apakah kodefikasi BMN dan akun yang dibebankan telah sesuai dengan jenis BMN dimaksud atau tidak. Terlihat pula bahwa petugas SIMAK-BMN tidak langsung melakukan koreksi nilai hasil Tim Penertiban pada awal semester I tahun 2008, sehingga nilai tersebut baru kelihatan di laporan neraca semester II tahun 2008.
Untuk periode semester I tahun 2009, nilai neraca SIMAK-BMN dan SAKPA telah sesuai. Tetapi di semester II terdapat selisih nilai sebesar Rp 113.183.934 yakni pada akun peralatan dan mesin serta aset tetap lainnya. Hal ini terjadi karena terdapat pengadaan BMN berupa transfer masuk yang telah di catat di SIMAK-BMN, tetapi belum dikirimkan ADK-nya ke aplikasi SAKPA. Terlihat pula pada SIMAK-BMN terdapat pengadaan peralatan dan mesin baru yang dibebankan pada MAK 5231 yang merupakan belanja pemeliharaan. Pengadaan ini tentunya tidak sesuai dengan aturan perbendaharaan dimana MAK tersebut seharusnya digunakan untuk belanja pemeliharaan. Begitupun dengan transaksi transfer masuk, terdapat transfer masuk berupa P.C unit dengan nilai Rp 8.973.360 yang diinput sebagai komputer di SIMAK-BMN. Transaksi ini menyebabkan bertambahnya nilai aset tetap lainnya di akun neraca sebesar Rp 8.973.360,-. Seharusnya transaksi dimaksud akan menambah akun peralatan dan mesin di neraca sebesar Rp 8.973.360 karena P.C unit termasuk golongan barang peralatan dan mesin . Hal ini terjadi karena kesalahan penginputan kodefikasi dan penggolongan BMN untuk barang dimaksud pada SIMAK-BMN.
Analisis laporan keuangan hanya bermanfaat jika laporan keuangan yang dianalisis disajikan dengan valid dan dapat diandalkan. Jika laporan keuangan yang dipublikasikan buruk, artinya laporan tersebut dihasilkan dari sistem akuntansi yang buruk sehingga di dalamnya mengandung kesalahan yang material dalam penyajian angka, tidak disusun sesuai dengan standar pelaporan, tidak tepat waktu dalam penyampaiannya, hal itu akan berdampak buruk bagi pengguna laporan dan pihak penyaji laporan sendiri.(mahmudi,2007:9).

3. Analisis Hasil Kuesioner
Tabel 5
Hasil Kuesioner pelaksana Penatausahaan BMN
No Pertanyaan Jawaban Komentar
1 Apakah Saudara telah memahami secara keseluruhan peraturan penatausahaan BMN - Paham
- Belum semua (100%)
- Tdk paham tetapi tidak secara keseluruhan
2 Apakah Saudara pernah mengikuti sosialisasi Penatausahaan BMN? Pernah (25%)
Tidak pernah (75%)
3 Apakah saudara mencatat langsung pada buku persedian untuk penambahan atau pemakaian BMN persediaan? - Ya (25%)
- Tidak langsung (50%)
- Tdk pernah (25%) Tetapi hanya di pembukuan manual.
Tetapi tidak semua
Hanya memberitahukan secara lisan
4 Apakah saudara telah membuat buku/kartu KDP dan lembar analisis SPM/SP2D apabila terdapat BMN yang pekerjaannya dilaksanakan secara bertahap/per termin?

- Ya (0%)
- Tdk (100%) Biasanya setelah selesai tahap terakhir baru di masukkan sebesar nilai kontrak
5 Apakah dilakukan perubahan secara langsung pada DBR apabila terdapat BMN yang di pindahkan dari ruang satu ke ruang lainnya - Ya (0%)
- Jarang (100%)
- Tdk (0%) Kadang pemindahan barang tdk disampaikan ke petugas Simak BMN
6. Apakah Saudara pernah mengikuti pelatihan SIMAK BMN? - Pernah (25%)
- Belum pernah(75%) Dari lima pelaksana di subag TU hanya satu yg pernah mengikuti diklat SIMAK-BMN
7 Apakah Saudara mengetahui seluruh fungsi menu transaksi pada SIMAK-BMN dan persediaan? - Tahu (25%)
- Tdk semua (25%)
- Tidak tahu (50%) Terdapat transaksi yang belum saya ketahui karena belum pernah dilakukan
8 Apakah Saudara langsung memasukkan ke SIMAK-BMN apabila terdapat transaksi BMN? - Ya (0%)
- Kadang2 (100%)
- Tidak (0%) Apabila ada BMN yang diterima, buktinya tdk di berikan kepada petugas SIMAK sehingga tdk dapat di input missal SPM/sp2d atau serah terima BMN
9 Apakah saudara tiap akhir bulan menyampaikan ADK SIMAK-BMN ke petugas SAKPA satker? - Kadang2 (100%) Biasanya pada saat pelaporan semester I dan II baru di serahkan
10 Apakah saudara telah melakukan pencocokan data antara SIMAK BMN dan SAKPA? - sudah (100%)
Untuk Kuesioner pelaksana penatausahaan BMN, penulis membagikan kuesioner kepada empat orang responden yakni staf pelaksana penatausahaan BMN di sub bagian TU. Khusus untuk pertanyaan yang menyangkup aplikasi SIMAK-BMN dan Persediaan hanya diisi oleh petugas SIMAK-BMN dan petugas aplikasi Persediaan. Dari jawaban responden pada tabel V, terlihat bahwa seluruh responden menyatakan belum memahami secara keseluruhan peraturan tentang penatausahaan BMN. Hanya 25% responden yang pernah mengikuti sosialisasi BMN, sisanya belum pernah.Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran dari pegawai untuk membaca dan memahami peraturan yang ada, kurangnya bimbingan dari atasan langsung dan kurangnya sosialisasi peraturan penatausahaan BMN yang dilaksanakan oleh instansi pengelolah barang, kalaupun ada kadang yang diikutkan oleh satker adalah pegawai di seksi atau bidang lain. Padahal baru 25% responden yang mengikuti sosialisasi Penatausahaan BMN.
Terhadap penambahan dan pemakaian barang persediaan, 25% menyatakan langsung mencatat, tetapi pencatatan hanya dilakukan di pembukuan manual. 50% menyatakan tidak langsung, hal ini dapat mengakibatkan responden lupa untuk mencatat di pembukuan baik di kartu persediaan, pembukuan dan aplikasi persediaan, 25% menyatakan tidak pernah, karena hanya disuruh untuk mengambil dan menyerahkan barang lalu hanya memberitahukan secara lisan kepada pencatat pembukuan manual. Terlihat bahwa transaksi persediaan belum tersinkronisasi antara pencatatan di kartu persediaan, pembukuan manual dan pencatatan di aplikasi persediaan. Hal ini akan menyebabkan data kuantitas dan nilai persediaan tidak sama di kartu persediaan, pembukuan manual dan yang tercatat di aplikasi persediaan.
Untuk transaksi KDP, seluruh responden menyatakan belum tahu dan belum pernah membuat buku/kartu KDP dan lembar analisis SPM/SP2D, padahal hal ini telah diatur di peraturan penatausahaan BMN yakni di PMK 120/KMK/2007 dan PER-38/PB/2006. Hal ini berpengaruh signifikan pada keakuratan data BMN. Ini terjadi di tahun 2009, terdapat pekerjaan BMN yang di bayarkan bertahap/ pertermin, tetapi di SIMAK di masukkan setelah aset tersebut telah siap digunakan. Padahal di pembukuan SAKPA pekerjaan tersebut di bayarkan bertahap, sehingga terjadi selisih data laporan di SAKPA pada saat pembayaran termin telah membentuk/menambah nilai aset tetapi di SIMAK belum muncul karena tidak dicatat pada saat termin dibayarkan dan petugas SIMAK BMN memasukkan transaksi setelah pekerjaan tersebut telah selesai sehingga transaksi KDP tidak muncul di SIMAK-BMN.
Permasalahan lain yang terjadi pada saat terjadi pemindahan BMN dari ruangan keruangan lain ataupun antar ruangan, tidak dilakukan penyesuaian data secara langsung di SIMAK-BMN sehingga data Daftar Barang Ruangan (DBR) yang tercantum di tiap ruangan tidak sesuai dengan jumlah ril fisik BMN yang ada di tiap ruangan.
Ternyata masih terdapat sebanyak 75% responden yang belum pernah mengikuti pelatihan aplikasi SIMAK-BMN dan 25% telah mengikuti. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman petugas penatausahaan BMN terhadap aplikasi SIMAK-BMN.
Dari responden yang ada 25% saja yang mengetahui fungsi dan transaksi-transaksi pada SIMAK-BMN, 25% lagi menyatakan tidak semua dan 50% tidak tahu. Terlihat kurangnya pengetahuan penatausahaan yang di miliki oleh petugas SIMAK_BMN.
Transaksi BMN yang terjadi tentunya harus dimasukkan langsung ke SIMAK-BMN. Dari hasil kuesioner terlihat kalau petugas operator jarang menginput langsung transaksi yang terjadi dengan alasan bahwa kadang dokumen sumber sebagai dasar penginputan ke SIMAK-BMN tidak langsung diberikan, disampaikan tetapi data tidak lengkap atau kadang lupa disampaikan. Disini juga terlihat kurangnya kesadaran dari pegawai yang memegang dokumen sumber untuk menyampaikan ke petugas SIMAK-BMN. Dokumen sumber disini bisa dari pemegang SPM, Kuitansi/ Faktur pembelian, Berita Acara Serah Terima dan dokumen sumber lain.
Pada table IV kuesioner diatas terlihat pula bahwa petugas SIMAK-BMN tidak tiap bulan menyampaikan ADK untuk di masukkan ke SAKPA dengan alasan bahwa pada bulan berkenaan tidak terdapat transaksi di SIMAK-BMN atau belum sampai periode laporan semesteran. Hal ini dapat menyebabkan terdapat transaksi BMN yang tidak langsung masuk ke SAKPA apabila petugas lupa atau tidak ingat kalau terdapat transaksi pada bulan berkenaan. Padahal transaksi persediaan kemungkinan besar terjadi setiap bulannya, karena BMN persediaan dipergunakan untuk berjalannya operasional pekerjaan setiap bulannya.
Untuk pencocokan data SIMAK-BMN dan SAKPA telah dilaksanakan tetapi biasanya saat akan masuk periode pelaporan semesteran, padahal kegiatan ini dapat dilaksanakan setiap bulannya untuk meminimalisir adanya transaksi yang tidak akurat.
Tabel 6
Hasil Kuesioner Atasan Langsung
Pelaksana Penatausahaan BMN
No Pertanyaan Jawaban Komentar
1 Apakah Saudara telah memahami secara keseluruhan peraturan penatausahaan BMN - Paham
- Belum semua (100%)
- Tdk paham tetapi tidak secara keseluruhan
2 Apakah saudara mengontrol persediaan BMN dengan buku/kartu dan aplikasi persediaan secara periodik? - Ya (0%)
- Jarang (100%)
- Tidak pernah (0%)
3 Apakah saudara mengontrol lembar analisis dan kartu KDP apabila ada BMN yang di bayarkan secara termin?
- Ya (0%)
- Tidak (100%) Jika ada BMN yg dibayarkan per termin belum dibuatkan lembar analisis dan kartu KDP
4 Apakah anda memahami seluruh transaksi-transaksi pada SIMAK BMN? - Paham(0%)
- Tidak semua(100%)
- Tidak paham (0%) Karena kurang dapat mengoperasikan aplikasi tersebut
5 Apakah anda langsung menghimbau kepada petugas SIMAK-BMN untuk menginput transaksi apabila terjadi transaksi BMN - Langsung (0%)
- Kadang2 (100%)
- Tdk langsung (0%) Kalau melihat dokumen sumber
6 Apakah anda mengontrol periode pelaporan BMN dan mengingatkan staf utk melaksanakan ? - Ya (100%)
- Kadang2 (0%)
- Tdk pernah (0%)
Sumber : hasil kuesioner terhadap atasan langsung
Kuesioner atasan langsung hanya diberikan kepada atasan langsung petugas penatausahaan BMN karena bertanggungjawab secara langsung terhadap kegiatan penatausahaan BMN yang dilaksanakan di Kanwil XV DJKN Makassar. Tabel V diatas terlihat kalau responden disini belum memahami secara keseluruhan peraturan penatausahaan BMN. Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran dan respek terhadap kegaiatan penatausahaan BMN.
Terlihat pula kalau atasan langsung kurang mengontrol petugas penatausahaan persediaan dalam menatausahakan BMN persediaan, malahan penatausahaan KDP seperti lembar analisi ataupun karu KDP belum pernah dibuatkan padahal seperti di tahun 2009 terdapat pekerjaan yang dilaksanakan secara bertahap atau per termin. Ini akan berpengaruh terhadap keakuratan data pelaporan BMN khususnya pada persediaan dan KDP.
Pemahaman transaksi SIMAK-BMN oleh atasan langsung sedikit rendah, di tambah lagi dengan jarangnya melaksanakan instruksi kepada operator SIMAK-BMN untuk menginput langsung transaksi BMN yang baru terjadi. Hal ini menyebabkan lemahnya kontrol dari atasan langsung terhadap transaksi yang diinput oleh petugas atau transaksi apa yang telah terjadi tetapi belum diinput ke SIMAK-BMN. Tentunya hal ini juga akan menyebabkan kurangnya keakuratan data pada SIMAK-BMN.
Untuk periode pelaporan data BMN, terlihat kalau atasan langsung telah mengingatkan kepada petugas penatausahaan untuk membuat dan menyampaikan laporan BMN sesuai dengan periode laporan BMN. Hal ini telah dilaksanakan dengan baik dan telah sesuai dengan peraturan penatausahaan BMN.
Hasil analisis data data primer yakni melalui hasil kegiatan penatausahaan BMN dan hasil kuesioner, serta data sekunder (hasil laporan Neraca BMN pada SIMAK-BMN dan SAKPA) memiliki garis kesamaan yaitu kurang optimalnya pelaksanaan penatausahaan BMN sehingga mempengaruhi kurang akuratnya data BMN, mengapa demikian? Hal sesuai dengan identifikasi permasalahan karena pelaksanaan penatausahaan BMN belum dilaksanakan secara optimal dan berpengaruh terhadap kurang akuratnya data BMN yang disajikan. Pokok permasalah ini terangkum dalam suatu bagan analisis dengan pendekatan model Fish Bone Analysis, seperti dibawah ini :

Gambar 1
Analisis Tulang Ikan (Fishbone Analysis)













B. Pemecahan Masalah
Dari akar permasalahan masing-masing klasifikasi responden yang tertuang dalam bagan analisis tulang ikan diatas (Fish Bone Analysis) diatas, penulis mencoba menguraikan pemecahannya sebagai berikut :
1. Pelaksana Penatausahaan BMN
a. Penatausahaan persediaan belum terlaksana dengan baik.
1) Untuk mengoptimalkan penatausahaan persediaan maka sebaiknya petugas persediaan setelah mencatat transaksi persediaan di buku persediaan, kemudian langsung menyesuaikan data pada kartu persediaan dan di input langsung ke aplikasi persediaan. Cara ini akan meminimalisir ketidakcocokan data persediaan antara buku, kartu dan di aplikasi persediaan.
2) Agar melaksanakan opname fisik persediaan pada akhir tahun dan menetapkan nilai per jenis persediaan yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus : NP = QP X HP dimana NP=Nilai perjenis persediaan pada tanggal neraca, QP=quantitas/ jumlah persediaan pada tanggal pelaporan (dalam unit)berdasarkan laporan persediaan, HP= harga pembelian terakhir persediaan (dalam rupiah per unit)berdasarkan faktur pembelian .
3) Petugas persediaan seharusnya memahami aplikasi persediaan dan rutin setiap bulannya menyampaikan ADK data persediaan ke petugas untuk dimasukkan ke aplikasi SIMAK-BMN.
b. Penatausahaan KDP belum terlaksana dengan baik.
1) Jika terdapat pekerjaan BMN aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan atau proses perolehannya belum selesai pada akhir periode akuntansi agar pelaksana meminta salinan lembar SP2D/SPM, dokumen pendukung KDP dan lembar analisis SPM dari UAKPA untuk di analisis, lalu di tetapkan jenis-jenis KDP dan besaran belanja yang dapat di kapitalisasi sebagai biaya pembangunan aset.
2) Agar berpedoman pada peraturan penatausahaan BMN khususnya KDP yang berlaku, seperti : Peraturan Menteri Keuangan No.120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor : PER-38/PB/2006 tentang Pedoman Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan.
c. Pemahaman aplikasi masih rendah
1) Seluruh pelaksana penatausahaan BMN agar di berikan pelatihan khusus aplikasi SIMAK-BMN dan Persediaan secara menyeluruh agar pelaksanan mengetahui dan memahami aplikasi dimaksud secara menyeluruh. Sehinggan kalaupun petugas SIMAK-BMN dan Persediaan berhalangan dapat di gantikan oleh pelaksana lain dengan kualitas yang seimbang.
2) Agar di pisahkan antara operator aplikasi persediaan dan operator aplikasi SIMAK-BMN. Operator aplikasi persediaan diusahakan adalah pelaksana yang menangani persediaan, sehingga memahami data yang ada di pembukuan, kartu dan aplikasi. Hal ini dapat lebih meningkatkan keakuratan data karena masing-masing fokus pada tugasnya dan dapat saling memverifikasi data yang telah di input.
d. Rendahnya pemahaman peraturan Penatausahaan BMN
1) Perlunya pelaksana penatausahaan BMN di ikutkan sosialisasi ataupun mengundang pemateri dari DJKN untuk mensosialisasikan peraturan yang menyangkut penatausahaan BMN secara menyeluruh, contoh : sosialisasi dan simulasi Peraturan Menteri Keuangan No.120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN, Penatausahaan persediaan ataupun KDP.
2) Atasan langsung agar menyampaikan langsung jika terdapat peraturan-peraturan baru mengenai penatausahaan BMN dan rutin mengadakan Gugus Kendali Mutu secara periodik.
2. Atasan Langsung
a. Rendahnya penguasaan peraturan dan Pemahaman pelaksanaan penatausahaan BMN.
Atasan langsung agar berusaha meningkatkan pemahaman pelaksanaan penatausahaan dengan lebih banyak membaca, melakukan diskusi, melaksanakan gugus kendali mutu, mengikuti sosialisasi dan berkonsultasi dengan pengelolah barang menyangkut peraturan dan teknis pelaksanaan penatausahaan BMN.
b. Kurangnya pengawasan langsung terhadap pelaksana.
Atasan dari atasan langsung agar mengontrol pengawasan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh atasan langsung dan menegur apabila atasan langsung kurang menyadari tugas dan tanggungjawabnya.

3. Petugas Sistem Akuntansi Instansi
a. Pemahaman tentang SAI yang rendah
Perlunya pembinaan dari atasan langsung, atasan dari atasan langsung terhadap petugas SAI, dengan memberi pemahaman tentang tugas, tanggungjawab dan pentingnya SAI sebagai ujung tombak penyajian laporan keuangan kementerian/lembaga.
b. Rendahnya koordinasi antara SIMAK-BMN dan SAKPA
Perlu ditingkatkan Pengawasan dan kontrol dari atasan langsung petugas SIMAK-BMN dan SAKPA terhadap koordinasi yang dilakukan antara petugas. Pemahaman juga perlu diberikan agar petugas menyadari kalau SIMAK-BMN dan SAKPA adalah sub-sub sistem yang saling mendukung dalam kerangka SAI. Data laporan keuangan dan data BMN dapat kurang akurat apabila koordinasi dari sub-sub sistem ini rendah.
c. Data Pendukung tidak lengkap
1) Perlunya dibuatkan cek list kelengkapan data apa saja yang diperlukan oleh petugas SIMAK-BMN yang datanya berasal dari transaksi di SAKPA begitupun sebaliknya, sehingga data pendukung yang diperlukan dapat tersaji lebih lengkap.
2) Perlunya pengawasan dari kedua atasan langsung terhadap penyampaian dokumen pendukung tersebut.
4. DJKN sebagai pengelolah BMN
a. Peraturan pelaksanaan yang belum rampung
Pihak DJKN sebagai pengelolah BMN seharusnya cepat mengeluarkan petunjuk pelaksanaan terhadap peraturan-peraturan yang telah berlaku sehingga satker kementerian/lembaga tidak mengalami keraguan
b. Rendahnya intensitas sosialisasi
Sosialisasi ke satker kementerian / lembaga agar lebih sering dilaksanakan dan berkesinambungan, mengingat masih rendahnya pemahaman satker tentang pentingnya penatausahaan BMN terhadap keakuratan data BMN oleh satker kementerian/lembaga di daerah.
c. Belum rampungnya sistem aplikasi penatausahaan BMN.
Perlunya percepatan penyelesaian aplikasi lanjutan khususnya aplikasi penatausahaan BMN guna mendukung pelaksanaan penatausahaan yang terintegrasi sehingga data BMN dapat lebih tersaji secara akurat.
Pemecahan masalah yang disampaikan penulis diatas tentunya dapat menjadi salah satu solusi permasalahan penatausahaan BMN yang terjadi. Penatausahaan BMN sangat berperan terhadap keakuratan data BMN, karena informasi BMN memberikan sumbangan yang signifikan di dalam laporan keuangan (neraca) baik pada pos-pos persedian, aset tetap, maupun aset lainnya. Hal ini tentunya sangat dibutuhkan dalam mendukung laporan keuangan agar dapat tersaji secara wajar.

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara umum pelaksanaan penatausahaan pada kanwil XV DJKN Makassar belum dilaksanakan secara optimal sehingga berpengaruh signifikan terhadap keakuratan data BMN yang tersaji.
2. Dari hasil analisis terlihat permasalahan pada pelaksana yaitu belum optimalnya penatausahaan persediaan dan KDP serta rendahnya pembinaan, pelatihan dan sosialisasi BMN yang didapatkan. Permasalahan dari Atasan Langsung yakni lemahnya SDM dan pengawasan yang dilakukan. Pada petugas SAI permasalahan yaitu pemahaman dan koordinasi yang lemah. Sedangkan permasalahan pada pengelolah barang yakni kurangnya pembinaan, infrastruktur yang ada dan lambannya penyelesaian petunjuk pelaksanaan BMN.
3. Langkah pemecahan yang dapat diambil untuk permasalah yang terjadi yakni mengoptimalkan pelaksanaan penatausahaan BMN sesuai aturan yang berlaku, memupuk kesadaran akan pentingnya pelaporan yang dilakukan, pembinaan dan pengawasan baik oleh atasan maupun pengelolah barang, serta perbaikan pelayanan dan infrastruktur dari pengelolah barang.



B. Saran
1. Selanjutnya, agar seluruh pihak dapat mengoptimalkan penatausahaan BMN baik oleh pihak pengguna barang maupun oleh pengelolah barang.
2. Penulis menghimbau agar topik permasalahan yang diangkat dalam karya tulis ini dapat dikaji lebih dalam, dengan skala yang lebih besar, yaitu pada tingkat eselon lebih tinggi maupun oleh pengelolah barang.

1 komentar:

Ahmad Abdul Haq mengatakan...

Mohon ditampilkan daftar pustakanya. Khususnya, saya ingin tahu siapa Halim dan bagaimana info tentang bukunya yang Anda baca.